Wednesday, November 26, 2014

Tanggung Jawab, Bertanggung Jawab, Mempertanggungjawabkan


Saya suka pergi sendiri ke suatu tempat. Misalnya ke toko buku. Kemudian mampir sebentar ke restoran atau cafe. Tapi dari pada cafe saya lebih suka ke restoran karena di restoran orang-orangnya lebih beragam. Sendiri saja. Di sana pun saya lebih memilih duduk di bagian pinggi. Selain karena saya memang lebih suka menyendiri, menikmati waktu sendiri, saya juga suka memperhatikan hal-hal kecil keseharian yang terjadi di sekitar saya.

Hal yang paling menarik perhatian saya biasanya adalah para orang tua muda. Kemungkinan usia mereka tidak jauh berbeda dengan saya. Menarik, karena walau hampir sepantaran dengan mereka, dunia saya berbeda sekali dengan mereka.

Jadi begini, bagi saya, menikah dan menjadi orang tua itu bukan suatu hal yang kita lakukan karena itulah yang seharusnya. Itu hal yang lumrah. Tapi kedua hal, yang biasanya beriringan, tersebut merupakan suatu keputusan yang diambil setelah berpikir mendalam dan mempertimbangkan semua aspek yang mungkin. Buka hanya aspek ekonomi.

Karena itu, menikah dan menjadi orang tua itu adalah sesuatu yang berat. Saking beratnya, saya memilih untuk tidak memikirkan hal tersebut. Bukan lari. Hanya saja, kedua hal itu bukan prioritas saya. Untuk apa menghabiskan waktu memikirkan sesuatu yang berat tapi toh tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, jauh pun tidak terbayang.

Jadi, karena pikiran saya sendiri, saya menganggap orang-orang yang memilih menikah dan menjadi orang tua ini juga sudah memikirkan hal-hal yang mungkin tadi. Jadi sayaa selalu menganggap orang-orang yang sudah memilih untuk melakukan kedua hal tersebut lebih dewasa daripada saya, lebih matang, lebih segalanya.

Ada satu hal lagi yang membuat perhatian saya selalu teralih ke para orang tua muda ini ketika bengong-bengong di restoran. kadang sekali, karena anak mereka lucu. Sering sekali, karena anak-anak mereka berisiknya minta ampun, berlarian dan bermain peran di restoran. Saya sih tidak menyalahkan anak-anak ini bertingkah seperti itu. Saya hanya meratapi kebisingan yang terjadi, karena telinga (mungkin lebih tepatnya otak) saya ini sensitif dengan suara nyaring tak karuan. Kepala jadi pusing, dan tidak bisa berpikir.

Dan yang saya lakukan ketika melihat ada anak-anak yang berlarian di restoran adalah langsung mencari di mana orang tuanya. Bukan untuk menghampiri, tapi ya sekedar ingin tahu saja, ketika anak-anak ini sedang berlarian dan cukup mengganggu pengunjung yang lain, apa yang dilakukan orang tuanya.

Hal yang saya lihat cukup mematahkan hati saya. Karena para orang tua anak-anak itu seringnya, mengabaikan tingkah anak-anak mereka dan malahan sibuk dengan gadget.

Jadi, anggapan saya bahwa yang memutuskan menikah dan menjadi orang tua itu sudah dewasa segala-galanya ternyata salah. Mungkin, lebih banyak yang menjadi kedua hal itu karena itu yang lumrah. Tidak didasari pada pikiran matang.

Lagi-lagi saya menyadari betapa sempit pikiran saya ini. Selalu berusaha menganggap dunia ini ideal.

No comments:

Post a Comment