Suatu ketika saya dan adik saya pulang dari kampus. Seperti biasa, kami selalu mengobrol tentang hal-hal biasa, kejadian sehari-hari. Kali ini, yang topiknya tentang perilaku penumpang Transjakarta yang ajaib bin menyebalkan.
Obrolan bermula ketika ada seorang nenek yang masuk, dengan susah payah, ke dalam bus. Kami yang ada di area dekat pintu berusaha memberi jalan masuk untuk nenek tersebut, agar mudah mengakses kursi. Ketika akhirnya nenek ada di dekat kursi, orang yang duduk di kursi tidak segera berdiri memberikan kursinya (kata memberikan di sini kurang tepat mengingat kursi itu bukan miliknya) ke nenek tersebut. Orang yang ada di dekatnya menegur. Akhirnya berdirilah dia dan nenek duduk.
Fenomena ini, walau akhir nenek bisa duduk di kursi, tetap terasa menyebalkan. Karena orang yang duduk di kursi, si anak muda, tidak segera berdiri. Akhirnya, mulailah saya dan adik saya mengobrol tentang hal serupa, yang cukup sering terjadi itu.
Adik saya mengatakan, sering ada anak muda yang duduk di kursi merah, ketika tahu banyak orang yang masuk ke bus, langsung pasang posisi seperti sedang tidur. Padahal dia tidak tidur. Dugaan kami, dia tidak mau disuruh berdiri dan membiarkan orang yang butuh kursi untuk duduk.
Tidak lama setelah obrolan dimulai, adik saya nyeletuk,
"Seringnya sih yang begitu malahan yang pakai jilbab jilbab gitu. Heran deh"
Ketika itu saya mengiyakan. Ya, karena sepanjang yang saya lihat pun, pelaku fenomena menyebalkan itu memang berjilbab.
Tapi setelah itu, saya pikir lagi. Pikiran ini muncul setelah ingat pembicaraan saya dengan Ayu, temanku, mengenai sexist. Pikirku, kenapa saya lebih kesal melihat tingkah menyebalkan seperti ini ketika pelakunya adalah seorang perempuan berjilbab?
Kemudian saya menyadari, seperti orang kebanyakan, ternyata saya secara tidak sadar berekspektasi: ketika seseorang memutuskan berjilbab, maka dia harus berperilaku santun dan lebih "lurus". Saya sendiri kaget, wow, betapa konvensional saya.
Jadi, ketika ada seorang perempuan berjilbab berperilaku menyebalkan dan berpikir dia seharusnya tidak seperti itu terutama karena dia berjilbab, maka saya ini adalah seorang Jilbabist. Bukan dalam arti pengguna jilbab, tapi -ist di sini seperti -ist di racist, sexist. Dalam pikir saya, seorang berjilbab pastilah begini begitu, tidak boleh begini begitu. Saya lupa, bahwa seorang yang berjilbab itu, manusia. Sama seperti manusia yang tidak berjilbab, tidak sempurna dan wajar jika melakukan kesalahan dan menjadi menyebalkan.
Manusia bahkan tidak pernah luput dari sifat egois dan mau menang sendiri. Tapi memang yang demikian lebih menjadi perhatian, mungkin karena mereka berjilbab . Tapi sekali lagi, kita lupa bahwa mereka sama seperti kita . Jilbab hanya media mereka memperkenalkan jati diri. Salam kenal mbak , saya suka baca tulisan mbak
ReplyDeleteYa Nessya, sering sekali kita lupa. Hal-hal seperti ini remeh, tapi terjadinya tidak disadari :)
DeleteSalam kenal juga, terima kasih yaa :D