Friday, April 15, 2016

Cinta dan Persahabatan dalam Pemikiran Etika Spaemann


No comments:
Etika telah menjadi topik pemikiran banyak pemikir sejak jaman filsafat Yunani hingga filsafat kontemporer. Pada awalnya, etika membahas mengenai cara manusia hidup, terutama cara hidup agar tercapai sebuah tujuan yaitu kehidupan yang baik. Pemikiran ini disebut Eudemonisme. Plato, Aristoteles, Epikuros dan Stoa memiliki gagasan tentang eudomonisme yang berbeda-beda.

Tetapi, eudomonisme ini memiliki sisi egoistik yang kemudian menurut Kant akan mencederai moralitas. Oleh karena itu, Kant membuang keinginan untuk kebahagiaan sebagai alasan manusia melakukan tindakan baik. Menurutnya, tindakan baik adalah baik jika dilakukan tanpa keinginan lain kecuali menjalankan kewajiban.

Schopenhauer dan Nietzsche mengambil kesimpulan yang lebih ekstrem. Schopenhauer mengatakan demi mencapai moralitas tertinggi, manusia harus membuang segala kehendak hidup. Sedangkan Nietzsche berlawanan, ia mengatakan, moralitas harus dibuang demi mencapai kehidupan yang sebenar-benarnya.

Eudomonisme tidak lagi dibahas sebagai sebuah gagasan utama etika setelah Kant. Perbincangan mengenai etika terjebak pada metode semata. Meski pun begitu, bukan berarti etika deontologi Kant tidak memiliki kelemahan. Kelemahan deontologi adalah, manusia dianggap tidak memiliki motivasi dalam melakukan sesuatu yang wajib. Jika pun ada, itu mengurangi nilai kebaikan dari sebuah tindakan etis.

Spaemann berusaha mensintesiskan pemikiran eudomonisme dengan deontologi (kewajiban). Pemikiran para filsuf eudomonisme Yunani kuno bukannya lemah sama sekali, tapi memiliki pemikiran-pemikiran yang sebenarnya bisa dijadikan pondasi eudomonisme yang tidak egoistik. Seperti persahabatan dalam etika nikomakean Aristoteles. Perderitaan sahabat adalah penderitaanku, kebahagiaan sahabat adalah kebahagiaanku. Pemikiran stoa yang menyeluruh mengenai eudomonisme juga memiliki keunggulan. Stoa berpendapat bahwa eudomonisme yang berarti kenikmatan sesaat bukanlah kebahagiaan.

Spaemann berpendapat bahwa ada fenomena dalam kehidupan manusia di mana kebahagiaan dan kewajiban melebur. Fenomena itu adalah cinta dan persahabatan. Mencintai seseorang memuat pengakuan terhadap realitasnya. Karena itu, tindakan baik hati “harus” dilakukan. Keharusan di sini tidak dapat dipisahkan dari realitas sahabat. Ketika mencintai, kita juga merasakan kebahagiaan kita terhadap kebahagiaan yang dicintai. Fenomena ini membuktikan saat di mana kewajiban tidak memaksa dan kebahagiaan yang tidak egoistik.

Friday, March 4, 2016

Sulit Menulis


No comments:
Tidak menulis bukan berarti sama sekali tidak ada pikiran dalam kepala. Hanya saja, ketika hasil olah otak yang aku rasa cukup bagus dan "cemerlang" muncul, aku tidak menemukan media untuk menulisnya, atau kalau pun ada, kecepatan mengetik maupun menorehkan pensil dan pena kalah cepat dengan proses berpikir itu sendiri.

Bikin frustrasi. Jadi aku lihat-lihat di internet tentang trik-trik menuliskan ide. Salah satu yang aku rasa paling oke adalah, menuliskan poin-poin besar ide. Jadi ketika kita punya cukup waktu untuk menulis, kita tidak lupa dengan hal-hal penting.

Akhirnya aku menulis banyak poin dalam buku catatan kecil. Tetapi ketika dibaca lagi, bahkan pada hari yang sama, aku tidak bisa mengaitkan poin yang satu dengan yang lain. Kenapa bisa begitu. Ini kan hasil olah otakku sendiri yang terpasang di rongga kepala.

Jadi, menulis poin-poin itu menjadi tidak berguna bagiku karena aliran pikiran tidak dapat aku rasakan lagi.

Sekian.

Wednesday, November 26, 2014

Investasi...


No comments:
Menurutku, menumpuk suatu hal itu tidak memiliki dampak positif untuk diri kita sendiri, apalagi untuk orang lain. Sesuatu yang ditumpuk, tidak akan berguna. Jadi semua harus dishare agar lebih terasa manfaatnya bagi orang banyak. Misalnya, kamu punya ilmu, pengetahuan, bagikan pada orang lain. Maka makin banyak kepala yang dapat memikirkan hal yang lebih maju, menjadi pilar-pilar penopang kemajuan manusia. Jika ada banyak uang, gunakan uang itu untuk membuat suatu usaha yang berguna bagi orang-orang sekitar. Apa gunanya uang disimpan, terkena inflasi, nilainya berkurang.

Berbagi. Ini yang hilang dari benak orang-orang akhir-akhir ini, akhirnya malah terjadi degradasi nilai, makna dari kenapa memutar uang itu lebih baik daripada menyimpannya. Daripada berpikir untuk dapat berbagi lebih banyak, banyak orang lebih memikirkan bagaimana caranya agar yang ia miliki menjadi berkali-kali lipat. Terutama uang, orang-orang mulai memikirkan uang harus dialokasikan untuk investasi, atau paling tidak asuransi. Tapi di sini saya tidak akan membicarakan asuransi.

Pikiran untuk selalu menghitung untung rugi ini, lama kelamaan jadi semakin gila. Saking gilanya, memberi makanan yang sehat dan baik untuk anak dihitung sebagai investasi. Hitung-hitung lebih murah memberi makanan sehat kepada anak ketimbang nanti si anak sakit. Hitung-hitung, kalau anak sehat, sekolah lancar. Hitung-hitung, kalau sekolah lancar, masa depan cerah. Hitung-hitung, tidak rugilah memberi makan sehat untuk anak.

Contoh lain, menyekolahkan anak di tempat yang mahal tetapi memiliki sistem pendidikan yang baik. Hitung-hitung, investasikan uang untuk biaya pendidikan anak. Hitung-hitung, mudah mendapat kerja. Hitung-hitung, masa depan cerah, balik modal, malah mungkin bisa lebih.

Kalau kamu merasa kedua contoh di atas itu sudah sewajarnya begitu, maka kamu sakit. Atau setidaknya, cara kamu memaknai hidup sudah ter-degradasi.

Jadi begini maksudku, memberikan anak makan yang sehat itu tujuannya bukan karena lebih murah (memperkecil biaya produksi, meningkatkan untung) tapi ya agar anak sehat. Menyekolahkan anak di tempat yang baik walau mahal, bukan karena ingin mendapatkan hasil maksimal, agar anak bisa diterima di lapangan kerja, tapi karena pendidikan yang baik itu baik untuk perkembangan si anak, baik untuk proses si anak menjadi manusia.

Memangnya anakmu itu apaan, komoditas? Memangnya kamu beranak pinak agar mendapat keuntungan di hari tua?